Jagongan Jail: Memberdayakan Warga Binaan di Kafe dan Barbershop

Jagongan Jail yang berlokasi di Jalan Asahan No 6, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, merupakan salah satu inovasi Lapas Kelas I Malang dalam memberdayakan warga binaan.

Apr 25, 2025 - 18:34
Apr 25, 2025 - 22:17
 0  3
Jagongan Jail: Memberdayakan Warga Binaan di Kafe dan Barbershop
Jagongan Jail yang berlokasi di Jalan Asahan No 6, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, merupakan salah satu inovasi Lapas Kelas I Malang dalam memberdayakan warga binaan sebagai pekerja di kafe dan barbershop. Foto: Moh Badar Risqullah

Alunan lagu-lagu bergenre pop rock terdengar keras menghilangkan kesunyian di kafe Jagongan Jail, pada Senin 3 Agustus 2020. Suara musik keras itu menimpali percakapan beberapa pengunjung kafe yang tengah menikmati kopi dan makanan.

Sementara itu, sejumlah pelayan kafe Jagongan Jail tampak bolak-balik melayani para pengunjung, termasuk tiga orang pemuda yang baru tiba. Kafe itu terletak di Jalan Asahan No 6, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

Seorang pelayan sekaligus koki di tempat itu, Sulton Lukmanul Hakim, 25 tahun, menyapa ramah tiga orang yang pengunjung yang datang. Ia lalu menyodorkan selembar kertas berisi menu makanan dan minuman yang tersedia kepada ketiganya.

”Selamat datang di kafe Jagongan Jail. Silahkan duduk. Mau pesan apa. Ini daftar menunya,” ucap Sulton yang berdiri di samping mereka dengan menggunakan celemek hitam. Ia tampak menunggu ketiganya memesan makanan atau minuman.

Sulton Lukman Hakim, warga binaan Lapas Kelas I Malang yang bekerja serbagai koki dan pelayan di Jagongan Jail menunjukkan menu makanan dan minuman. Foto: Moh Badar Risqullah

Usai membaca daftar menu bertuliskan “Jagongan Jail Menu, The Art of Coffee dan Jejamuran”, merekan pun menyampaikan apa yang ingin dipesan kepada Sulton. ”Ice lemon tea dua sama ice coffee satu ya,” kata Bayu Eka Mulya, salah satu dari ketiga pengunjung itu.

Sulton pun mengangguk ramah sambil tersenyum kepada mereka. Ia lalu meminta mereka menunggu hingga pesanan selesai dibuat. Tak lama kemudian, pesanan ketiganya pun datang. ”Ini peranannya. Selamat menikmati,” kata Sulton kepada ketiganya.

Dibalik keramahannya tersebut, tak tampak sekali kesan bahwa dirinya seorang narapidana. Ya, Sulton adalah salah satu dari warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Malang yang sedang menjalani pidana penjara sejak tahun 2019.

Untuk diketahui, kafe Jagongan Jail merupakan salah satu lini bisnis yang dikembangkan oleh Lapas Kelas I Malang. Selain kafe, ada pula Barbershop Jagongan Jail yang berada di satu lokasi. Semua pekerjanya merupakan warga binaan.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Sulton pun menemui jurnalis. Ia bercerita bahwa dulu pernah bekerja sebagai koki di salah satu kafe di Kota Malang. Namun, karena melakukan tindak pidana kriminal, ia pun dipecat dan harus mendekam di balik jeruji besi.

Usai dipenjara selama kurang lebih satu tahun, pria asal Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang ini diberi kesempatan untuk menghirup udara segar dengan bekerja sebagai koki sekaligus pelayan di kafe Jagongan Jail. ”Alhamdulillah, saya diberi kesempatan. Akhirnya, saya bisa mengembangkan hobi masak lagi,” ujarnya.

Senada disampaikan Yogik Varyoni, salah satu warga binaan di Lapas Kelas I Malang yang kini bekerja sebagai tukang cukur di barbershop yang terletak satu lokasi dengan kafe Jagongan Jail. Ya, baik kafe maupun barbershop di

Selama bekerja, dia mengaku senang dan tidak lagi stres karena diberi kesempatan dengan adanya pembinaan profesi sejak sebelumnya masih harus menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang.

”Ilmu yang sebelumnya hilang bisa diasah lagi disini (Barbershop Jagongan Jail). Menurut kami, ini (pembinaan) lebih bermanfaat dan pikiran lebih fresh dan tidak membuat stress,” ungkap pria berusia 24 tahun tersebut.

Ia pun berharap setelah benar-benar bebas dari lapas bisa bermanfaat untuk masyarakat. ”Harapannya bisa menjadi lebih baik dan merubah perilaku kami untuk tidak berbuat kejahatan lagi. Sekaligus tetap semangat untuk mengembangkan bakat mencukur ini agar bisa bermanfaat kepada masyarakat,” katanya.

Salah satu warga binaan Lapas Kelas I Malang yang bekerja sebagai barista di kafe Jagongan Jail. Foto: Moh Badar Risqullah

Asah Bakat dan Keterampilan Warga Binaan
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas I Malang, Anak Agung Gde Krisna menjelaskan kedua tempat usaha itu merupakan salah satu inovasi dari pihaknya dengan tujuan mengasah bakat dan keterampilan warga binaan, serta jadi bekal setelah bebas nanti.

”Jagongan Jail ini adalah tempat pondok asimilasi. Diresmikan dan dibuka untuk publik pada awal bulan Juli 2020 lalu. Di tempat ini, seluruh pekerjanya merupakan narapidana Lapas Kelas I Malang,” kata Agung dalam keterangannya.

Meski ditujukan untuk warga binaan, Agung mengatakan, tidak semua dapat bekerja di Jagongan Jail. Pihaknya tetap mengedepankan profesionalitas, dan ada syarat serta tahapan tertentu yang harus dilalui oleh warga binaan.

Ia memaparkan, beberapa syarat itu diantaranya, sedang menjalani program asimilasi, ada jaminan dari keluarga, dan mengikuti pelatihan di rumah tahanan. ”Selama di lapas, warga binaan ini perilakunya baik. Jadi, ada persyaratan dan seleksinya,” kata dia.

Untuk teknisnya, Agung menyampaikan, warga binaan yang bekerja di kafe maupun barbershop Jagongan Jail tersebut bisa berubah sewaktu-waktu. Tujuannya, kata dia, agar semakin banyak warga binaan yang terasah bakatnya.

”Harapannya, semua warga binaan yang pernah mengikuti pelatihan dapat kesempatan sama. Makanya, yang bekerja kita buat sistem gantian. Sehingga, besok-besoknya lagi mungkin akan berubah lagi pekerjanya,” ujarnya.

Disamping itu, lanjut Agung, warga binaan yang bekerja di Jagongan Jail tidak serta merta dilepas begitu saja. Mereka tetap berada dalam pengawasan dan pengawalan, mengingat status mereka yang belum bebas dan masih harus menjalani hukuman.

”Tetap kami dampingi dan kawal. Sehingga, keamanan tetap terjamin. Makanya, kita tempatkan pengawal yang banyak dengan kurang lebih ada tiga hingga lima orang di sini. Biar gak lari,” ungkap Agung sambil tersenyum.

Agung mengungkapkan, saat ini total ada sembilan warga binaan yang dikaryakan untuk mengembangkan bakat dan potensi mereka di Jagongan Jail. Mulai dari koki, barista, kasir hingga barber atau tukang cukur.

Ia menambahkan, tujuan lain adanya program usaha lewat Jagongan Jail ini untuk menghapus stigma negatif masyarakat kepada warga binaan yang sudah bebas, seperti ungkapan bekas penjahat dan tidak layak untuk menjadi teman.

Stigma negatif tersebut membuat dirinya sebagai kepala Lapas Kelas I Malang ikut tersinggung. Apalagi jika stigma itu diberikan kepada anak serta keluarga mantan warga binaan. Hal itu menurutnya dapat berdampak pada psikis mereka.

Dia mencontohkan beberapa sikap yang dianggapnya berpotensi untuk membuat para mantan narapidana kembali berbuat kejahatan misalnya melarang anaknya bermain dengan anak narapidana yang baru bebas, dll.

”Saya sebagai Kalapas tersinggung ada stigma itu. Bahkan sampai berdampak pada psikis anaknya (narapidana). Soalnya, kalau itu terus-terusan bisa menciptakan potensi berbuat kejahatan baru,” jelasnya.

Stigma tersebut coba dihilangkannya dengan program-program pembekalan bakat dan potensi warga binaan seperti di Jagongan Jail. Sehingga, ketika sudah bebas dari masa tahanan, dia berharap bisa berbaur dengan baik bersama masyarakat.

”Stigma negatif ini pelan-pelan harus dirubah. Caranya dengan ini. Karena kalau dilepas begitu saja dan skillnya tidak aplikatif, itu yang susah. Makanya disini diajari terlebih dahulu, sebelum berbaur lagi dengan masyarakat saat bebas nanti,” ujarnya.

Warga binaan Lapas Kelas I Malang bernama Yogik Varyoni, sedang mencukur rambut pelanggannya di Barbershop Jagongan Jail. Foto: Moh Badar Risqullah

Menjadi Bekal Usai Bebas dari Penjara
Berangkat dari harapan menghilangkan stigma negatif tersebut, Agung berencana membuat tempat atau pondok asimilasi lebih besar lagi di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, dengan konsep ketahanan pangan di Indonesia.

Adapun skemanya, dia menjelaskan, warga binaan yang ditempatkan di Ngajum tersebut akan mendapat pelatihan. Diantaranya, menggarap taman, memelihara ikan di kolam, hingga bercocok tanam seperti sayur-mayur dan lain sebagainya.

”Targetnya kami ketahanan pangan di Lapas Kelas I Malang ini. Soalnya, jumlah warga binaan di sini mencapai 2.912 orang dan itu makan semua. Makanya, harapan saya bahan makanan untuk mereka disuplai dari Ngajum itu,” tuturnya.

Pondok asimilasi itu nantinya akan disinergikan dengan masyarakat. Selain narapidana, sebagian pekerjanya juga akan diambil dari masyarakat. Sehingga diharapkan ada pembagian tugas antara narapidana dengan masyarakat.

Terlebih pihaknya mengaku belum siap menggarap lahan pondok asimilasi yang cukup luas tersebut, jika tidak menggandeng masyarakat. ”Jadi, sistem kerjanya bisa dari jam 6 sampai 9 malam. Tentu nanti mereka nanti akan digaji,” ucapnya.

Rencana lain adalah membuat tempat wisata dengan edukasi bertema beragam hukuman pidana di Indonesia hingga dunia. Mekanisme hukuman mati, gantung dan pancung akan ditayangkan di tempat tersebut.

”Disana (Pondok Asimilasi di Ngajum) akan kami jadikan tempat wisata edukasi juga. Jadi, nantinya akan ada tempat-tempat besar seperti aula dan kafe. Makanya, kalau mau menyewa untuk kegiatan-kegiatan besar bisa. Tapi itu nanti,” ujarnya.

Agung mengungkapkan, adanya pondok asimilasi di Ngajum tersebut diharapkan juga menjadi portofolio mereka. Sehingga, kata dia, warga binaan yang sudah bebas nantinya bisa mencari kerja dan tidak bingung ketika ditanya pengalamannya.

”Ketika ditanya pengalaman kerja di mana. Saya pengalaman di Ngajum. Saya pengalaman di sini, Jagongan Jail. Berapa tahun? Setahun. Oke pak, bisa keterima masuk. Nah, seperti itu kan bisa mengurangi kejahatan,” tuturnya.

***

Catatan Redaksi:
*Liputan ini tayang pertama di Tagar.id pada 11 Agustus 2020, dengan judul “Narapidana Pekerja Kafe dan Barbershop di Malang”.

What's Your Reaction?

Like Like 0
Dislike Dislike 0
Love Love 0
Funny Funny 0
Angry Angry 0
Sad Sad 0
Wow Wow 0
Badar Risqullah Jurnalis Muda | Suka Motret